
Jakarta, 4 Agustus 2025 — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) pttogel Yasonna H. Laoly angkat bicara mengenai perkembangan terkini terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Ia membuka kemungkinan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat mengambil alih inisiatif pembentukan undang-undang ini, apabila Pemerintah tak kunjung mengajukannya secara resmi sebagai RUU usulan eksekutif.
RUU Perampasan Aset menjadi salah satu topik hangat yang terus dibicarakan di ranah publik maupun politik, terutama karena urgensinya dalam mendukung pemberantasan korupsi dan penegakan hukum di Indonesia. RUU ini dinilai sangat strategis dalam memberikan kewenangan kepada aparat penegak hukum untuk menyita dan merampas aset hasil tindak pidana, bahkan tanpa harus menunggu adanya vonis pidana terhadap pelaku.
Pemerintah Masih Lakukan Finalisasi
Dalam keterangan resminya, Yasonna menjelaskan bahwa Pemerintah sejatinya tidak menunda-nunda pembahasan RUU ini. Ia menyebutkan bahwa proses harmonisasi dan finalisasi naskah akademik serta draf RUU masih terus berjalan.
“Kami di Kemenkumham terus mematangkan substansi RUU ini. Tapi, kalau DPR ingin mengambil inisiatif sebagai RUU usulan legislatif, itu juga dimungkinkan oleh mekanisme di DPR,” kata Yasonna kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/8).
Ia menambahkan bahwa perampasan aset tanpa pemidanaan (non-conviction based asset forfeiture) bukanlah hal baru di dunia internasional. Banyak negara maju yang telah menerapkannya sebagai langkah strategis untuk melawan kejahatan terorganisir, termasuk korupsi, narkotika, dan pencucian uang.
DPR Siap Ambil Alih Inisiatif
Sementara itu, dari pihak legislatif, beberapa anggota DPR menunjukkan sinyal kuat untuk menginisiasi RUU Perampasan Aset secara mandiri. Ketua Komisi III DPR RI bahkan menyatakan bahwa pihaknya tengah mempertimbangkan secara serius untuk mengangkat RUU ini sebagai usul inisiatif DPR, apabila Pemerintah tidak segera menyerahkan draf resmi.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk respons terhadap dorongan publik dan tekanan dari berbagai pihak, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lembaga swadaya masyarakat antikorupsi, hingga akademisi hukum.
“Kalau Pemerintah belum mengajukan, kami di DPR punya hak konstitusional untuk mengajukan RUU. Apalagi ini menyangkut aset negara yang harus diselamatkan,” ujar seorang anggota Komisi III yang enggan disebut namanya.
Dukungan dari KPK dan Masyarakat Sipil
RUU Perampasan Aset telah lama menjadi agenda reformasi hukum yang didorong oleh berbagai kalangan. KPK secara konsisten mendukung percepatan pembahasan RUU ini karena dianggap sebagai instrumen penting dalam menindak pelaku korupsi yang kerap menyembunyikan hasil kejahatannya di berbagai bentuk aset.
Wakil Ketua KPK juga menegaskan bahwa tanpa adanya instrumen hukum yang kuat seperti RUU ini, upaya pemberantasan korupsi akan selalu tertinggal selangkah dari pelaku kejahatan.
Tak hanya dari lembaga negara, dorongan agar RUU ini segera disahkan juga datang dari kelompok masyarakat sipil, seperti ICW, YLBHI, dan sejumlah pengamat hukum tata negara. Mereka menilai bahwa Indonesia telah terlalu lama membiarkan celah hukum yang menyebabkan aset hasil kejahatan menguap begitu saja atau bahkan kembali dikuasai pelaku.
Tantangan: Potensi Penyalahgunaan dan Perlindungan Hak
Meski menuai banyak dukungan, RUU Perampasan Aset juga menghadapi sejumlah tantangan. Beberapa pihak menyoroti potensi penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum. Oleh karena itu, perlindungan terhadap hak asasi warga negara tetap menjadi perhatian utama dalam penyusunan pasal-pasal dalam RUU ini.
Menkumham pun menekankan bahwa Pemerintah tidak ingin terburu-buru, melainkan ingin memastikan bahwa RUU yang dihasilkan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum dan konstitusi.
“Kita butuh aturan ini, tapi juga harus hati-hati. Jangan sampai menjadi alat represif, apalagi kalau tidak ada kontrol dan pengawasan,” ujar Yasonna.
Penutup: Siapa yang Akan Melangkah Duluan?
Kini bola panas berada di tangan dua lembaga negara: Pemerintah dan DPR. Jika Pemerintah tidak segera menyelesaikan draf resminya, besar kemungkinan DPR akan mengambil alih peran inisiator dan mengajukan RUU Perampasan Aset sebagai RUU prioritas.
Siapa pun yang melangkah lebih dahulu, yang jelas publik menginginkan satu hal: undang-undang yang tegas, adil, dan efektif dalam menindak kejahatan luar biasa seperti korupsi. Dan RUU Perampasan Aset bisa menjadi alat paling vital untuk memulainya.